Senin, 04 Agustus 2008

Fast Food, Gorengan, Penyebab Kanker Usus



Kanker usus termasuk dalam jenis kanker yang paling sering terjadi di dunia. Di Indonesia, penyakit itu kini banyak diderita orang berusia di bawah 40 tahun, di mana itu adalah usia produktif seseorang.
Kanker usus besar (kolorektal) adalah tumbuhnya sel kanker yang ganas di dalam permukaan usus besar atau rektum. Penyakit ini sering dijumpai di masyarakat dan termasuk salah satu kanker yang dapat disembuhkan dan dicegah penyebarannya.
Meski begitu, penyakit ini tergolong fatal karena diperkirakan 50 persen penderita kanker kolorektal meninggal karena penyakit ini. Dr.Aru Wisaksono Sudoyo, SpPD, dari Departemen Penyakit Dalam RSCM, menjelaskan bahwa gaya hidup menjadi salah satu penyebab munculnya kanker usus.
"Kebiasaan mengkonsumsi makanan yang tinggi lemak seperti fast food atau gorengan adalah salah satu penyebab kanker usus," paparnya. Selain gaya hidup, polip pada usus juga dianggap meningkatkan resiko penyakit kanker ini.
Ia menuturkan salah satu bukti mengenai kaitan antara gaya hidup dengan kanker usus. Beberapa puluh tahun lalu Jepang adalah negara dengan jumlah penderita kanker usus terkecil di dunia karena masyarakatnya melakukan diet makanan.
Namun kini angka penderita kanker usus dari generasi ke-dua orang Jepang yang bermigrasi ke Hawaii sudah sama dengan jumlah penderita di Eropa dan Amerika. "Kemungkinan besar karena anak-anak Jepang yang tumbuh di Hawaii banyak mengkonsumsi junk food," ujarnya.
Gejala-gejala awal penyakit ini antara lain pendarahan pada usus besar yang ditandai dengan ditemukannya darah pada feses saat buang air besar, diare atau sembelit tanpa sebab yang jelas dan berlangsung lebih dari enam minggu, penurunan berat badan, nyeri perut, serta perut masih terasa penuh meski sudah buang air besar.
Terkadang pasien lambat memeriksakan diri ke dokter karena gejala kanker usus yang relatif bergejala ringan dan berkaitan dengan saluran cerna seperti rasa kembung di perut, rasa sakit serta sembelit.
Diagnosa
Untuk mendiagnosa penyakit kanker usus, doker akan melakukan pemeriksaan laboratorium lewat pemeriksaan tinja serta pemeriksaan kolonoskopi. Pemeriksaan kolonoskopi dilakukan dengan memasukkan pipa lentur yang dilengkapi kamera dan jarum biopsi.
Melalui  pemeriksaan  ini  selaput  lendir  usus besar dapat dilihat  dan  bagian  yang mencurigakan dapat dipotret serta dibiopsi (diambil  sedikit  jaringan).  Pemeriksaan  kolonoskopi relatif aman, tidak  berbahaya,  hanya  memang  pemeriksaan ini tidak menyenangkan.
Sementara itu, pilihan terapi para pasien kanker usus sangat tergantung pada stadium, posisi, ukuran dan penyebaran kanker. Operasi merupakan pengobatan utama kanker kolateral yang bisa dikombinasikan dengan radioterapi dan kemoterapi.
Lewat kemajuan dunia farmasi dan kodekteran, saat ini sudah ditemukan obat kanker kolorektal yang dapat menghambat pertumbuhan kanker sampai dengan empat bulan dibandingkan dengan hanya pemberian kemoterapi saja.
Cara kerja obat ini adalah dengan memblokir protein VEGF (Vascular Endothelial Growth Factor) yang mensuplai darah ke tumor. Akibatnya tumor mengecil, atau menyebar lebih lambat.
Usia produktif
Kanker usus biasanya ditemukan pada pria dan wanita yang berusia di atas 50 tahun. Namun seiring dengan perubahan gaya hidup, kini 50 persen penderita kanker ini berusia di bawah 40 tahun atau berada pada usia produktif saat mereka sedang sibuk membangun karir.
"Kanker kolon kini banyak diderita orang muda dan umumnya mereka datang pada stadium lanjut yang harapan kesembuhannya kecil," kata Dr.Johan Kurnianda, Kepala Departemen Divisi Onkologi Fakultas Kedokteran UGM.
Selain karena gejala penyakit kanker usus yang tidak spesifik, budaya malas memeriksakan diri ke dokter menjadi penyebab pasien baru datang ke dokter saat kanker sudah pada stadium lanjut.
"Masyarakat kita sering malas langsung datang ke dokter, sudah begitu mereka lebih suka melakukan pengobatan alternatif," keluh Dr.Johan.
Menurut Dr.Aru, sebenarnya penyebaran kanker usus tergolong lambat, karenanya ia menganjurkan agar masyarakat melakukan deteksi dini. "Lakukan pemeriksaan tinja setiap tiga bulan sekali. Selain itu perhatikan apakah ada perubahan pola buang air besar dan perubahan bentuk tinja, terutama jika ditemukan ada darah,"tuturnya.
Dengan cara ini diharapkan kanker kolon akan terdiagnosis pada tahap dini, karena jika sudah sampai pada stadium lanjut pengobatan yang dilakukan hanya untuk meningkatkan harapan hidup dan kualitas hidup pasien. 
Sebelum terlanjur menderita kanker, mungkin akan lebih bijaksana jika kita melakukan pencegahan dengan cara melakukan gaya hidup sehat yang sebenarnya tidak sulit.
Bukankah menjauhi makanan berlemak dan gorengan, serta berolahraga secara teratur jauh lebih murah dan mudah dibandingkan jika harus mengeluarkan uang puluhan juta rupiah untuk pengobatan kanker ?
(An)

Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.


EmoticonEmoticon