Minggu, 05 September 2010

HIV/ AIDS


Pengobatan Galih Gumelar - Penyakit yang nama panjangnya Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah infeksi virus yang secara progresif menghancurkan sel-sel darah putih dan mengakibatkan AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome).AIDS adalah suatu keadaan dimana penurunan sistem kekebalan tubuh sehingga mempermudah penyakit lain untuk menyerang. Seseorang yang baru terinfeksi HIV, bisa jadi tidak mengalami AIDS.
AIDS bisa jadi baru muncul setelah beberapa tahun terinfeksi.

Penyebab

Penyebab terjadinya infeksi adalah virus HIV-1 dan virus HIV-2. Infeksi virus ini bisa disebabkan karena hubungan seksual (terutama pada orang yang sering berganti pasangan), jarum suntik tidak steril, tranfusi darah, dan persalinan bayi yang orangtuanya mengidap HIV/AIDS.

Gejala Infeksi yang terjadi pada bayi, tidak langsung menampakkan gejala. Sekitar 20 persen kasus HIV pada bayi, baru memperlihatkan gejala ketika anak berusia 1-2 tahun. Selebihnya, gejala baru terlihat bertahun-tahun kemudian.

Gejala awal yang bisa ditemukan pada anak yang terinfeksi HIV; pertumbuhan yang jelek, penurunan berat badan, demam yang berlangsung lama atau berulang, diare yang menetap atau berulang, pembengkakan kelenjar getah bening, pembesaran hati dan limpa, pembengkakan dan peradangan kelenjar liur di pipi, infeksi jamur yang menetap atau berulang (thrush) di mulut atau daerah yang tertutup popok, infeksi bakteri berulang (misalnya infeksi telinga tengah, pneumonia dan meningitis), infeksi oportunistik virus, jamur dan parasit, keterlambatan atau kemunduran perkembangan sistem saraf.

Pada anak-anak yang terinfeksi oleh HIV, bisa terjadi infeksi oportunistik berikut:

· Pneumonia pneumokistik

· Pneumonia interstisial limfoid (pneumonia yang menjadi kronis dan kadang ditandai dengan batuk serta sesak nafas)

· Infeksi bakteri

· Meningitis

· Infeksi jamur

· Esofagitis (peradangan kerongkongan)

· Kandidiasis (infeksi jamur)

· Infeksi virus

· Herpes

· Herpes zoster

· Infeksi parasit.

Penanganan

Pada saat ini sudah banyak obat yang bisa digunakan untuk menangani infeksi HIV:

1. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor - AZT (zidovudin) - ddI (didanosin) - ddC (zalsitabin) - d4T (stavudin) - 3TC (lamivudin) - Abakavir

2. Non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor - Nevirapin - Delavirdin - Efavirenz

3. Protease inhibitor - Saquinavir - Ritonavir - Indinavir - Nelfinavir.

Semua obat-obatan tersebut ditujukan untuk mencegah reproduksi virus sehingga memperlambat progresivitas penyakit. HIV akan segera membentuk resistensi terhadap obat-obatan tersebut bila digunakan secara tunggal.

Pengobatan paling efektif adalah kombinasi antara 2 obat atau lebih, Kombinasi obat bisa memperlambat timbulnya AIDS pada penderita HIV positif dan memperpanjang harapan hidup. Dokter kadang sulit menentukan kapan dimulainya pemberian obat-obatan ini. Tapi penderita dengan kadar virus yang tinggi dalam darah harus segera diobati walaupun kadar CD4+nya masih tinggi dan penderita tidak menunjukkan gejala apapun.

AZT, ddI, d4T dan ddC menyebabkan efek samping seperti nyeri abdomen, mual dan sakit kepala (terutama AZT). Penggunaan AZT terus menerus bisa merusak sumsum tulang dan menyebabkan anemia. ddI, ddC dan d4T bisa merusak saraf-saraf perifer. ddI bisa merusak pankreas. Dalam kelompok nucleoside, 3TC tampaknya mempunyai efek samping yang paling ringan.

Ketiga protease inhibitor menyebabkan efek samping mual dan muntah, diare dan gangguan perut. Indinavir menyebabkan kenaikan ringan kadar enzim hati, bersifat reversibel dan tidak menimbulkan gejala, juga menyebabkan nyeri punggung hebat (kolik renalis) yang serupa dengan nyeri yang ditimbulkan batu ginjal.

Ritonavir dengan pengaruhnya pada hati menyebabkan naik atau turunnya kadar obat lain dalam darah. Kelompok protease inhibitor banyak menyebabkan perubahan metabolisme tubuh seperti peningkatan kadar gula darah dan kadar lemak, serta perubahan distribusi lemak tubuh (protease paunch).

Penderita AIDS diberi obat-obatan untuk mencegah infeksi oportunistik. Penderita dengan kadar limfosit CD4+ kurang dari 200 sel/mL darah mendapatkan kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol untuk mencegah pneumonia pneumokistik dan infeksi toksoplasma ke otak.

Penderita dengan limfosit CD4+ kurang dari 100 sel/mL darah mendapatkan azitromisin seminggu sekali atau klaritromisin atau rifabutin setiap hari untuk mencegah infeksi Mycobacterium avium. Penderita yang bisa sembuh dari meningitis kriptokokal atau terinfeksi candida mendapatkan flukonazol jangka panjang. Penderita dengan infeksi herpes simpleks berulang mungkin memerlukan pengobatan asiklovir jangka panjang.

Lorem ipsum is simply dummy text of the printing and typesetting industry.


EmoticonEmoticon